Minggu, 04 November 2012

Model Pembelajaran Koopertif tipe Jigsaw

Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Elliot Aronson dan teman teman di Universitas Texas pada tahun  kurun waktu 1971 sampai 1978. Mereka mengembangkan model tersebut berdasarkan karakteristik kelas yang sangat heterogen dari segi latar belakang sosial.  Berikut adalah petunjuk singkatnya yang dipetik langsung dari  http://www.jigsaw.org (tanggal akses 3 Februari 2012) yang di translat oleh http://translate.google.co.id (tanggal akses 3 Februari 2012).
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut anggota kelompok lainnya (Arends,1997:34). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Anggota kelompok berkomposisi heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari. Bagian materi yang sudah tuntas dipelajari siswa kemudian disajikan kepada kelompok asal.
Jigsaw dirancang untuk memberikan kesempatan belajar yang adil kepada semua siswa. Demikian juga memberikan kesempatan yang sama untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mempelajari bagian materi ajar sehingga ia akan menjadi ahli dibidangnya. Keahlian yang dimilliki tersebut kemudian dibelajarkan kepada rekannya di kelompok lain. Rekannya di kelompok lain juga mempelajari materi ajar yang lain dan menjadi ahli di bidangnya. Interaksi yang terjadi adalah pola pembelajaran saling berbagi (share).  Setiap siswa akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karna memiliki keahlian tersendiri yang diperlukan siswa lain. Setiap siswa akan merasa saling memerlukan dan tergantung dengan siswa lain.
Pola distribusi siswa dalam kelompok jigsaw adalah diawali dengan pembentukan kelompok asal. Dari kelompok asal kemudian didistribusikan ke kelompok ahli untuk mempelajari bidang tertentu sampai menjadi ahli. Siswa di kelompok ahli kemudian kembali ke kelompok asal untuk berbagi tentang ilmu yang sudah didapatkan melalui presentasi sederhana. Di kelompok asal siswa yang sudah ahli akan bertemu dengan siswa lain yang ahli di bidang lain untuk saling berbagi menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.
Dengan pola distribusi kelompok tersebut akan terjadi ketergantungan positif dengan teman kelompoknya. Rasa tanggung jawab antar anggota kelompok untuk memenangkan kuis pada akhir kegiatan menjadi tantangan bersama. Dengan demikian setiap anggota kelompok akan termotivasi untuk membuat rekan dalam kelompok asal memahami bagian materi untuk dapat menjawab permasalahan yang diberikan guru. Model pembelajaran tersebut membuat setiap komponen pembelajaran berelaborasi secara interaktif.  Tantangan yang motivatif menyebabkan interaksi antara media, sumber belajar dan siswa meningkat.

2.1.2        Langkah-langkah model pembelajaran tipe jigsaw
Berikut langkah-langkah model classrom jigsaw terdiri dari : 1). Membagi siswa menjadi 6 kelompok jigsaw. Kelompok harus beragam dalam hal gender, etnis, ras, dan kemampuan.  2). Menunjuk salah satu siswa dari tiap kelompok sebagai pemimpin. Awalnya, orang ini harus menjadi siswa yang paling matang dalam kelompok.  3). Membagi pelajaran hari itu menjadi beberapa bagian.        4). Tugaskan setiap siswa untuk belajar satu bagian, memastikan siswa memiliki akses langsung hanya untuk bagian mereka sendiri. 5). Berikan siswa waktu untuk membaca lebih bagian mereka setidaknya dua kali dan menjadi akrab dengannya. Tidak perlu bagi mereka untuk menghafalkannya.  6). Membentuk "kelompok ahli"  dengan memilih salah satu siswa dari setiap kelompok jigsaw bergabung siswa yang berbeda di bagian yang sama. Beri siswa dalam kelompok ahli waktu untuk mendiskusikan poin-poin utama dari bagian mereka.   7). Bawa para siswa kembali ke kelompok asal. Mintalah setiap siswa untuk mempresentasikannya atau menjelaskan untuk kelompok asal. Mendorong anggota kelompok lain dalam kelompok untuk mengajukan pertanyaan sebagai klarifikasi.  8). Peminpin kelompok dapat campur tangan dalam mengendalikan jalannya diskusi agar tetap tertib sehingga tujuan tercapai.  9). Pada akhir sesi, memberikan kuis pada materi sehingga siswa dengan cepat menyadari bahwa sesi ini tidak hanya menyenangkan dan permainan tapi benar-benar dihitung.
Selanjutnya model tersebut dikembangkan menjadi model pembelajaran jigsaw tipe II yang dikembangkan oleh Slavin. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw tipe II adalah sebagai berikut :

1              Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Sebelum pembelajaran dimulai sebelumnya siswa sudah ditugaskan membaca materi pelajaran di rumah. Sehingga di sekolah melalui kelompok ahli siswa akan lebih memantapkan lagi dengan memperdalam setiap bagian materi yang akan dipelajari. Penjelasan awal kepada siswa tentang pola kegiatan model pembelajaran  jigsaw tipe II akan sangat membantu untuk memperlancar proses kegiatan.
2        Pengelompokan
Sebelum dikelompokkan siswa di-rangking  berdasarkan hasil kemampuan matematikanya. Di kelas IV/B dengan jumlah siswanya adalah 47 orang. Selanjutnya di rangking menjadi 6 peringkat berdasarkan nilai evaluasi pada kegiatan pra siklus.
(a)    Pembentukan kelompok awal
Pengelompokan dilakukan berdasarkan indeks prestasi siswa yang diberi indeks 1- 6. Pengelompokan ini dinamakan grup dimana tiap grup akan berisi :
(1)   Grup A {A1, A2, A3, A4, A5, A6}
(2)   Grup B {B1,  B2, B3, B4, B5, B6}
(3)   Grup C {C1, C2,  C3, C4, C5, C6}
(4)   Grup D {D1, D2, D3, D4, D5, D6}
(5)   Grup E {E1, E2, E3, E4, E5, E6 }
(6)   Grup F {F1, F2, F3, F4, F5, F6, }
(7)   Grup G {G1, G2, G3, G4, G5, G6 }
(8)   Grup H {H1, H2. H3, H4, H5, H6 }

(b)   Pembentukan kelompok ahli
Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan mempelajari materi yang akan kita berikan dan dibina supaya menjadi ahli (expert).
(1)   Kelompok 1 { A1, B1, C1, D1, E1, F1, G1, H1}
(2)   Kelompok 2 { A2, B2. C2, D2 E2, F2, G2, H2}
(3)   Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3, E3, F3, G3, F3 }
(4)   Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4, E4, F4, G4, H4 }
(5)   Kelompok 5 {A5, B5, C5, D5, E5, F5, G5, H5 }
(6)   Kelompok 6 {A6, B6, C6, D6, E6, F6, G6, H6 }

Berikut bagan pembentukan dan distribusi kelompok asal dan ahli

Gambar 1. Bagan pembentukan kelompok asal dan ahli

Sistematika program perengkingan terlampir .

3        Pembinaan kelompok expert
Tiap kelompok diberikan konsep matematika sesuai dengan kemampuannya. Dalam kegiatan penelitian ini KD 6.3 tentang penjumlahan pecahan dan 6.4 tentang pengurangan pecahan materinya dipilah menjadi beberapa bagian. Pemilahan tersebut mempertimbangkan karakteristik materi pelajaran yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui 4 (empat) empat kali pertemuan. Berikut pendistribusian materi pelajaran berdasarkan siklus, pertemuan dan kelompok ahli yang akan membahasnya.
(a)    Siklus I pertemuan I
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama
(b)   Siklus I pertemuan II
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama
(c)    Siklus II pertemuan I
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama
(d)   Siklus II pertemuan II
(1)   Kelompok I dan II membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran dalam soal cerita
(2)   Kelompok III dan IV membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran berpenyebut tidak sama
(3)   Kelompok V dan VI membahas tentang persoalan pengurangan pecahan campuran berpenyebut sama
Dalam kelompok ahli guru memberikan permasalahan pada masing-masing kelompok sebanyak 6 permasalahan. Dimana setiap kelompok ahli berkewajiban menyelesaikan setengah permasalahan saja selebihnya di bawa ke kelompok asal untuk dibawa ke kelompok asal untuk di bahas bersama.

4        Diskusi
Setelah kelompok ahli memahami materi yang dipelajari, maka kelompok ahli kembali ke grup masing –masing. Setiap orang dalam grup memiliki keahlian masing-masing dan bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dengan teman-temannya dalam grup tersebut.  Dalam penelitian tindakan kelas ini setiap kelompok ahli telah membahas setengah permasalahan  pembinaan kelompok ahli di atas. Sisa permasalahan yang belum selesai akan diselesaikan bersama kelompok asal. Dimana pada saat tersebut setiap ahli dapat menjelaskan pengetahuannya masing-masing untuk dipresentasikan dan berbagi dengan rekannya di kelompok asal yang juga menjadi ahli di bidang lain.

5        Penilaian
Pada fase ini guru memberikan tes tulis untuk mengukur sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Dalam fase ini tidak diperkenankan untuk bekerjasama. Kegiatan ini direncanakan dilakukan setiap kali mengakhiri pertemuan pembelajaran. Dimana dalam setiap pertemuan diberikan soal atau masalah pada setiap KD, dengan tingkat kesulitan soal berjenjang pada setiap pertemuan.  Hasil dari penilaian tersebut digunakan sebagai bahan refleksi baik bagi siswa maupun guru. Guru akan memberikan penguatan baik positif maupun negatif terhadap kelompok asal yang mendapat rata-rata nilai paling banyak maupun kepada yang belum beruntung karna kesempatan masih ada. Sementara bagi guru akan sangat bermanfaat dalam menentukan langakah pembelajaran selanjutnya agar pembelajaran menjadi lebih efektif dari setiap pertemuan dan siklus. Untuk mempermudah menggolongkan keberhasilan belajar kelompok maka berikut ini disajikan kreteria keberhasilan kelompok.

NAMA SISWA
SKOR AWAL
SKOR TEST
SELISIH
SKOR
PERKEMBANGAN
AA
20
100
80
40
BB
60
70
10
20
CC
50
100
50
40
DD
20
60
40
30
EE
70
60
-10
10
JUMLAH



140
RATA



28
KATAGORI



Tim super

Tabel 2. Contoh Model Pensekoran

6        Pengakuan kelompok
Berdasarkan data skor tersebut selanjutnya dirata-ratakan untuk mendapatkan skor individu dan skor kelompok. Pengakuan kepada kelompok diberikan berdasarkan katagori

RATA-RATA TIM
PREDIKAT
0 ≤ x≤ 5

5 ≤ x≤ 15
Tim baik
15 ≤ x≤ 25
Tim hebat
25 ≤ x≤ 30
Tim super

Berikut ini adalah skenario kegiatan metode pembelajaran dengan menggunakan  model pembelajaran jigsaw :

Selasa, 30 Oktober 2012

Pengertian Attitude dan ciri-cirinya



 ATTITUDE
Pengertian atitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan tetapi sikap tersebut tetapi sikap tersebut disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai  dengan sikap objek itu . jadi ,attitude bisa diterjemahkan dengan tepat sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude senantiasa terarahkan kepada sesuatu hal ,suatu objek .Tidak ada attitude tanpa ada objeknya.
Attitude mungkin terarahkan pada benda-benda ,orang-orang ,tetapi juga peristiwa-peristiwa,pemandangan-pemandangan,lembaga-lembaga,norma-norma,nilai-nilai dan lain-lain.
  
* Attitude sosial dan attitude individual
Manusia itu tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu,
tetapi attitude-attitude tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya.peranan attitude-attitude tersebut dibentuk sepanjang perkembangan .Adanya attitude –attitude menyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap objek-objeknya .
Attitude dapat dibedakan ke dalam attitude sosial dan attitude sosial dan attitude individual:
Attitude  sosial pernah dirumuskan sebagai berikut: Suatu attitude sosial dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang –ulang terhadap objek  sosial. Attitude sosial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang,tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau semasyaratan . Misalnya penghormatan yang berkali-kali dinyatakan dengan cara khidmat oleh sekelompok orang terhadap bendera, menunjukkan adanya attitude kelompok tersebut terhadap benderanya .
Atittude individual berbeda dengan attitude sosial,yaitu :
1.      Attitude individual dimiliki oleh seorang demi seorang saja ,misalnya kesukaan terhadap binatang-binatang tertentu,
2.      Attitude individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial.

Kita lambat-laun mungkin memperoleh sikap suka atau tidak suka kepada seorang kawan atau seorang pesaing, dan terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan kita.Jadi ,attitude mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia .Apa yang attitude “sosialisasi” dari manusia itu sebagian besar terdiri atas pembentukan attitude-attitude khas yang memiliki orang Perancis,termasuk attitude-attitude terhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial kelompok perancis.
Attitude sosial dan attitude pada umumnya itu mempunyai sifat-sifat dinamis yang sama seperti sifat motif dan motivasi; yaitu merupakan salah satu penggerak internal di dalam pribadi orang yang mendoronganya berbuat sesuatu dengan cara tertentu.

*CIRI-CIRI ATTITUDE
1. Attitude tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan ,tetapi di bentuk atau dipelajarianya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
2. Attitude dapat berubah-ubah ,karena itu attitude dapat dipelajari orang atau sebaliknya attitude-attitude dapat dipelajari sehingga attitude-attitude dapat berubah pada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
3. Attitude tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.
4. Ojek attitude merupakan suatu hal tertentu,tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.jadi attitude dapat berkaitan dengan satu objek saja tapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.
5. Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan .


MEMAHAMI ATTITUDE
Untuk dapat memahami attitude social dan non social biasanya tidak mudah seperti juga tidak mudah untuk mengetahui struktur motif orang denan segala tingkah lakunya.Untuk dapat memahami attitude-attitude itu terdapat beberapa metode yangdapat digolongkan kedalam metode-metode langsung dan metode-metode tidak langsung.
·         Metode langsung metode dimana orang secara langsung diminta pendapat atau anggapannya mengenai objek tertentu. Metode ini lebih mudah pelaksanaannya,tetapi hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya daripada metode tidak langsung.
·         Metode tidak langsung ,orang diminta agar menyatakan dirinya mengenai objek attitude yang diteliti tetapi secara tidak lngsung,misalnya dengan menggunakan test psikologi ( test proyeksi ) yang dapat mendaftarkan sikap-sikap dan attitude-attitude dengan cukup mendalam.Cara ini lebih sulit dilaksanakan tetapi lebih mendalam.

PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN ATTITUDE
Pembentukan attitude tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan saja . Interaksi social didalam kelompok maupun diluar kelompok dapat merubah attitude atau membentuk attitude yang baru.akan tetapi pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi diluar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk menyebabkan berubahnya attitude atau terbentuknya attitude yang baru.
·         Faktor-faktor internal
Yang menjadi persoalan disini adalah apakah pandangan baru yang diperoleh melalui alat komunikasi itu dapat ditampung diantara sikap-sikap pandangan dan sikap-sikap perasaan yang sudah terdapat pada seseorang ?
Pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif-motif dan attitude-attitude yang bekerja didalam diri kita pada waktu itu dan mengarahkan minat perhatian kita terhadap objek-objek tertentu diantara keseluruhan objek yang mingkin kita perhatikan pada waktu itu. Sebuah contoh sederhana mengenai adanya pilihan dalam pengamatan yang ditentukan motif-motif itu misalnya apabila seseorang sedang sangat lapar ia akan lebih memperhatikan rangsangan dari lingkungannya yang dapat membawakan orang itu kepada pemuasan dari kelaparan itu daripada rangsangan yang tidak berhubungan dengan kebutuhan akan makanan itu.
·         Faktor- faktor Eksternal 
Dalam pembentukan dan perubahan attitude,selain faktor-faktor internal terdapat pula faktor-faktor eksternal. Mengenai faktor eksternal itu akan diuraikan beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh M.Sherif dalam bukunya sbb :
1.      Dalam interaksi kelompok dimana terdapat hubungan timbal – balik yang langsung antara manusia.
2.      karena komunikasi,dimana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.
Perubahan attitude dapat berlangsung dalam interaksi kelompok tetapi dalam hal itu harus dibedakan pula dua macam interaksi kelompok yaitu :
1.      Perubahan attitude karena shifting of reference-groups.
2.       Perubahan attitude didalam situasi kontak social antara dua kelompok itu. 
INTERAKSI  KELOMPOK
Kelompok keluarga menjadi kelompok pegangan hidupnya dimana ia merasa adanya hubungan batin karena norma-norma dan nilai-nilai kehidupan serta attitude-attitude-nya.Bersamaan dengan itu,ia juga secra nyata dan formal adalah anggota keluarganya.Ia pertama-tama mengalami proses sosialisasi pada dirinya di dalam kerangka kehidupan keluarganya.Ia memperoleh norma-norma dan attitude pertama-tama di dalam lingkungan keluarganya.
SHIFTING OF REFERENCE-GROUP
Lambat laun ia mungkin harus meninggalka kelompok keluarganya untuk belajar atau untuk bekerja di salah satu tempat,berjauha dari kelomopk keluarganya .Jadi secara ‘lahir’ ,ia bukan lagi menjadi anggota keluarganya karena ia- di tempat belajar itu- menggabungkan diri dangan sebuah kelompok baru, misalnya sebuah kelompok mahasiswa.
a.       ia bertahan pada norma dan attitude-attitude kehidupan kelompok keluarga(reference-group-ya).
b.      Ia melepaskan norma dan attitude-attitude reference-group-nya itu dan menyesesuaikan dirinya sengan norma-norma dan attitude-attitude dari membership-group-nya sehingga dengan demikian ia menyetujui norma atau attitude yang baru.
·         Perubahan attitude dalam situasi kontak antar kelompok
2 . perubahan attitude dalam situasi kontak antara dua kelompok berbeda dengan situasi dimana individu dilibatkan secara aktif untuk turut serta dalam interaksi intensif dan cukup lama. Setelah itu, kelompok dipersilahkan untuk mengunjungi tempat tinggal masing-masing. Sebelum mereka diberi ceramah, mereka dites untuk melihat bagaimana attitude-attitude mereka terhadap suku lain. Hasil tes tersebut menunjukan bahwa mereka menetap negatif , berarti bahwa situasi kontak sosial antar kelompok yang hanya terdiri atas ceramah dan saling mengunjungi seperti dalam kondisi-kondisi experimen ini tidak menghasilkan terjadinya perubahan attitude.
·         perubahan attitude karena komunikasi sepihak
untuk memperoleh keterangan telah dilakukan puluhan bahkan ratusan eperimen yang meneliti faktor-faktor mana yang memegang peranan dalam usaha untuk membentuk atau mengubah attitude-attitude dengan cara komunikasi sepihak.
·         Beberapa eksperimen
Experimen Murphy dan Newcomb (12) menyatakan bahwa perubahan attitude yang paling berhasil terjadi pada orang-orang yang sebelumnya diberi komunikasi tertentu ( ceramah, pidato, risalah, dsb )
Masalah ini diteliti secara experimental oleh Hovland. Berdasarkan hasil experimennya, Hovland menarik kesimpulan bahwa  :
1.      Apabila isi komunikasi rumit ( tidak mempunyai struktur dan susunan yang jelas ), maka komunikator yang harus menarik kesimpulan.
2.      Apabila isi komunikasi tidak ada berhubungan erat dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar, maka  komunikator menarik kesimpulan.

·        Prasangka Sosial
Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu.prasangka sosisal yang pada awalnya hanya merupakan sikap-sikap perasaan negative itu lambat laun menyatakan dirinya dalam tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap orang-orang yang termasuk golongan-golongan yang diprasangkai itu tanpa alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan-tindakan diskriminatif.


·        Penjelasan Prasangka Sosial
Bahwasannya tindakan-tindakan diskriminatif yang berdasarkan prasangka sosial merugikan masyarakat Negara itu sendiri, sudah jelas pula karena dengan demikian perkembangan potensi-potensi manusia masyarakat itu sendiri sangat dihambat. Maka dinegara-negara yang bersangkutan telah pula diupayakan untuk mengubah dan menghilangkan prasangka-prasangka sosial yang picik dan yang menghambat perkembangan masyarakat dengan wajar.
·        Beberapa Sumber Prasangka
Dalam beberapa penelitian dan observasi tampak bahwa disekolah-sekolah internasional tidak terdapat sedikit pun prasangka sosial pada anak-anak sekolah yang berasal dari bermacam-macam golongan ras atau kebudayaan. Secara tidak sadar mereka lambat laun mungkin memperoleh sikap-sikap tertentu terhadap golongan-gologan tertentu yang lambat laun dapat melahirkan stereotip-stereotip.
·        Terjadinya Prasangka Sosial
Terjadinya prasangka sosial semacam ini dapat juga disebut pertumbuhan prasangka sosial dengan tidak sadar dan yang berdasarkan kekurangan pengetahuan dan pengertian akan fakta- fakta kehidupan yang sebenarnya dari glongan-golongan orang yang dikenai stereotip-stereotip itu.
·        KetidakSadaran Akan Kerugian-kerugian
faktor ketidaksadaran akan kerugian-kerugian masyarakat sendiri akibat prasangka sosial itu dapat menjadi sebab bahwa prasangka sosial itu dapat berkembang terus-menerus. Apabila orang telh sadar akan kerugiannya dalam menempuh prasangka sosial itu, orang akan berusaha menghilankannya. Dalam hubungan ini, terdapat pula serentetan kerugian pribadi yang tidak kita bahas disini.


·        Ciri Pribadi Orang Berprasangka
Terdapat beberapa cirri pribadi orang mempermudah bertahannya prasangka sosial, antara lain pada orang-orang yang berciri tidak toleransi, kurang mengenal akan dirinya sendiri, kurang berdaya cipta, tidak merasa aman, memupuk khayalan-khayalan yang agresif dll.
·        Frustasi dan agresif
Apabila seseorang secara pribadi mengalami frustasi yang ingin dipuaskannya secara agresif, ia mungkin menendang kursinya , atau memukul anjingnya, atau memperlihatkan kejengkelannya dengan cara lain. Akan tetapi, apabila segolongan orang mengalami frustasi tertentu yang menimbulkan agresi, maka dengan sangat mudah perasaan-perasaan agresif tersebut dihadapkan kepada segolongan lain yang diprasangkainya yang lalu diserangnya secara kurang atau lebih intensif.
·        Upaya-upaya Mengurangi Prasangka Sosial
Upaya-upaya mengurangi prasangka sosial antar golongan itu kiranya jelas harus dimulai pada  pendidikan anak-anak dirumah dan disekolah oleh orang tua dan gurunya. Sementara itu, sebaiknya dihindarkan pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka sosial tersebut dan ajaran-ajaran yang sudah berprasangka sosial. Selain itu, puluhan experimen dengan sekelompok kecil telah menyatakan bahwa interaksi antar  golongan yang cukup  intensif mampu sekali melenyapkan stereotip dan prasangka sosial antar golongan itu.